Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai
tujuan, isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman
penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan
tertentu. Tujuan tertentu ini meliputi tujuan pendidikan nasional serta
kesesuaian dengan kekhasan, kondisi dan potensi daerah, satuan pendidikan dan
peserta didik. [1]
Sebagaimana sudah menjadi rahasia umum bahwa system
pendidikan nasiomal kita telah berkali – kali mengadakan perubahan. Perubahan
yang paling esensial dalam pendidikan nasional ini adalah perubahan kurikulum.
Kurikulum pendidikan nasional telah berkali – kali mengalami perubahan, sudah
Sembilan kali terjadi perubahan kurukulum dari Indonesia merdeka sampai
sekarang.[2]
tiga kali perubahan yang terakhir adalah mulai dari kurikulum 19994, kurikulum
2004 yang terkenal dengan Kurikulum Berbasis kompetensi (KBK) dan kurikulum
2006 dikenal dengan Kurikulum Tingkat satuan Pendidikan (KTSP).
Perubahan – perubahan kurikulum yang terjadi dalam system
pendidikan nasionmal tidak jarang membawa implikasi – implikasi yang beragam,
baik negative maupun positif. Pada kenyataannya, implikasi perubahan kurikulum
itu membawa sekian banyak problem yang tidak mudah untuk dipecahkan. Problem
prolem ini tidak hanya dialami oleh para penyelengara di pusat, akan tetapi
juga di tingkat daerah. Masyarakatpun pada umumnya menanggapi dengan nada sinis
dan negative. Sehingga terkesan pendidikan kita adalah pendidikan produk
penguasa, ketika ada pergantian menteri berganti pula kurikulum, kebijakan
kurikulum yang dilaksanakan belum tuntas sudah berganti lagi dengan kurikulum
yang baru.[3]
Perubahan Kurikulum sembilan kali tersebut menurut banyak
pengamat sampai detik ini belum mampu untuk menjadi formulasi yang tepat untuk
dijadikan pengatur pendidikan di Indonesia. Untuk itu marilah kita kaji
bersama-sama mengenai perjalanan orientasi kurikulum yang telah berjalan dan
berlaku di Indonesia.
B. Rumusan Masalah
- Bagaimanakah sejarah mengenai Perjalanan Orientasi Pengembangan Kurikulum Pendidikan di Indonesia?
- Bagaimanakah Praktik Orientasi Pengembangan Kurikulum di Indonesia?
C. PEMBAHASAN
- Sejarah Perjalanan Orientasi Kurikulum di Indonesia
Indonesia memproklamirkan kemerdekaannya dua tahun sebelum
pendidikan di Indonesia di katakan berjalan walaupun masih apa adanya.
Pendidikan tidak akan lepas dari prosesi pembelajaran yang harus dilalui dalam
setiap jenjang pendidikan, atau yang biasa disebut dengan kurikulum pendidikan.
Begitu pula pada awal berdirinya pendidikan di Indonesia, kurikulumnya pun
masih bias dikatakan belum rapi. Dari waktu kewaktu kurikulum pendidikan di
Indonesia selalu berusaha untuk disempurnakan,
Perubahan kurikulum
dimaksudkan mengarah pada penyempurnan. Orientasi setiap kurikulum yang berlaku
dalam pendidikan di Indonesia berbeda-beda, yang kesemuanya itu tak lepas dari
konsep perancang awal kurikulum tersebut. Maka dari itu perlu kiranya pemaparan
tentang orientasi setiap kurikulum yang berlaku di Indonesia secara parsial.
Adapun
Perjalanan Kurikulum Di Indonesia, antara lain :
1.
Rencana Pembelajaran Tahun 1947
Kurikulum pertama yang lahir pada masa kemerdekaan memakai istilah leer plan.
Dalam bahasa Belanda, artinya rencana pelajaran, lebih popular ketimbang curriculum
(bahasa Inggris). Perubahan kisi-kisi pendidikan lebih bersifat politis: dari
orientasi pendidikan Belanda ke kepentingan nasional. Asas pendidikan
ditetapkan Pancasila. Rencana Pelajaran 1947 baru dilaksanakan sekolah-sekolah
pada 1950. Sejumlah kalangan menyebut sejarah perkembangan kurikulum diawali
dari Kurikulum 1950. Bentuknya memuat dua hal pokok: daftar mata pelajaran dan
jam pengajarannya, plus garis-garis besar pengajaran.
Rencana Pelajaran 1947 mengurangi pendidikan pikiran. Yang diutamakan
pendidikan watak, kesadaran bernegara dan bermasyarakat, materi pelajaran
dihubungkan dengan kejadian sehari-hari, perhatian terhadap kesenian dan
pendidikan jasmani.
2.
Rencana Pembelajaran Terurai Tahun
1952
Kurikulum ini lebih merinci setiap mata pelajaran yang disebut Rencana
Pelajaran Terurai 1952. “Silabus mata pelajarannya jelas sekali. seorang guru
mengajar satu mata pelajaran,” kata Djauzak Ahmad, Direktur Pendidikan Dasar
Depdiknas periode 1991-1995. Ketika itu, di usia 16 tahun Djauzak adalah guru
SD Tambelan dan Tanjung Pinang, Riau.
Di penghujung era Presiden Soekarno, muncul Rencana Pendidikan 1964 atau
Kurikulum 1964. Fokusnya pada pengembangan daya cipta, rasa, karsa, karya,
dan moral (Pancawardhana).[4]
Mata pelajaran diklasifikasikan dalam lima kelompok bidang studi: moral,
kecerdasan, emosional/artistik, keprigelan (keterampilan), dan jasmaniah.
Pendidikan dasar lebih menekankan pada pengetahuan dan kegiatan fungsional
praktis.
3.
Rencana Pendidikan Tahun 1964
Awalnya pada tahun 1947, kurikulum saat itu diberi nama Rentjana Pelajaran
1947. Pada saat itu, kurikulum pendidikan di Indonesia masih dipengaruhi sistem
pendidikan kolonial Belanda dan Jepang,. Rentjana Pelajaran 1947 boleh
dikatakan sebagai pengganti sistem pendidikan kolonial Belanda. Karena suasana
kehidupan berbangsa saat itu masih dalam semangat juang merebut kemerdekaan
maka pendidikan sebagai development conformism. Setelah Rentjana
Pelajaran 1947, pada tahun 1952 kurikulum di Indonesia mengalami penyempurnaan,
diberi nama Rentjana Pelajaran Terurai 1952. Yang paling menonjol dan sekaligus
ciri dari kurikulum 1952 ini bahwa setiap rencana pelajaran harus memperhatikan
isi pelajaran yang dihubungkan dengan kehidupan sehari-hari. Usai tahun 1952,
menjelang tahun 1964, pemerintah kembali menyempurnakan sistem kurikulum di
Indonesia. Kali ini diberi nama Rentjana Pendidikan 1964. Pokok-pokok pikiran
kurikulum ini adalah bahwa pemerintah mempunyai keinginan agar rakyat mendapat
pengetahuan akademik untuk pembekalan pada jenjang SD, sehingga pembelajaran
dipusatkan pada program Pancawardhana, yaitu pengembangan moral, kecerdasan,
emosional/artistik, keprigelan dan jasmani.
4.
Kurikulum 1968
Kelahiran kurikulum ini bernuansa politik, mengganti produk orde lama menjadi
produk orde baru. Tujuan kurikulum ini adalah pada pembentukan manusia
pancasila sejati. Kurikulum 1968 ini menekankan pendekatan organisaasi materi
pelajaran, kelompok pembinaan pancasila, pengetahuan dasar dan pengetahuan
khusus. Jumlah materi yang diajukan adalah 9 buah.
Kurikulum ini disebut kurikulum bulat. Kurikulum yang hanya memuat mata
pelajaran pokok saja. Muatan pelajarannya-pun bersifat teoritis, tidak mengaitkan
materi pelajaran dengan permasalahan factual dilapangan. Titik tekan terberat
hanya pada materi apa yang tepat yang harus diberikan kepada siswa disetiap
jenjang yang harus dilalui.
5.
Kurikulum 1975
Kurikulum 1975 sebagai pengganti kurikulum 1968, menekankan pada tujuan agar
pendidikan lebih efektif dan efisien. Yang melatar belakangi berdirinya
kurikulum ini adalah pengaruh konsep managemen, yaitu managemen obyektifitas.
Metode, materi dan tujuan pengajaran dirinci dalam prosedur Pengembangan
Prosedur Sistem Intruksional (PPSI).
Pada kurikulum ini dikenal dengan istilah satuan pengajaran, yaitu rencana
pelajaran setiap satuan bahasan. Setiap satuan pelajaran dirinci lagi, yaitu :
petunjuk umum, Tujuan Intruksional Khusus (TIK), materi pelajaran, alat
pelajaran, kegiatan belajar-mengajar dan evaluasi.
Kurikulum ini banyak menuai kritikan, dikarenakan guru terlalu disibukkan
menulis rincian apa yang akan dicapai dari setiap kegiatan pembelajaran.
6.
Kurikulum 1984
Secara umum dasar perubahan kurikulum 1975 ke kurikulum 1984 di antaranya
sebagai berikut:
a.
Terdapat beberapa unsur dalam GBHN 1983 yang berlum
tertampung ke dalam kurikulum pendidikan dasar dan menengah.
b.
Terdapat ketidakserasian antara materi kurikulum berbagai
bidang studi dengan kemampan anak didik.
c.
Terdapat kesenjangan antara program kurikulum dan
pelaksanaanya di sekolah.
d.
Terlalu padatnya isi kurikulum yang harus diajarkan di
setiap jenjang.
e.
Pengadaan program studi baru (seperti di SMA) untuk memenuhi
kebutuhan perkembangan lapangan kerja.
Atas dasar perkembangan itu, maka menjelang tahun 1983
antara kebutuhan atau tuntutan masyarakat dan ilmu pengetahuan/teknologi
terhadap pendidikan dalam kurikulum 1975 dianggap tidak sesuai lagi. Oleh karena
itu diperlukan perubahan kurikulum. Kurikulum 1984 tampil sebagai perbaikan
atau revisi terhadap kurikulum 1975. Kurikulum 1984 memiliki ciri-ciri sebagai
berikut:
Berorientasi kepada tujuan instruksional. Didasari oleh
pandangan bahwa pemberian pengalaman belajar kepada siswa dalam waktu belajar
yang sangat terbatas di sekolah harus benar-benar fungsional dan efektif. Oleh
karena itu, sebelum memilih atau menentukan bahan ajar, yang pertama harus
dirumuskan adalah tujuan apa yang harus dicapai siswa dan melakukan pendekatan
ketrampilan proses.
Kurikulum 1984
mengusung proses pendekatan ktrampilan (skill approach). Meski
mengutamakan pendekatan proses, tapi faktor tujuan tetap penting. Kurikulum ini
juga sering disebut “kurikulum 1975 yang disempurnakan”. Posisi siswa
ditempatkan sebagai subjek belajar. Dari mengamati, mengelompokkan,
mendiskusikan, hingga melaporkan suatu kegiatan. Model ini disebut Cara Belajar
Siswa Aktif (CBSA) atau Student Active Leaming (SAL).[5]
Konsep CBSA sangat baik
secara teoritis dan bagus hasilnya di sekolah-sekolah yang diujicobakan,
mengalami banyak deviasi dan reduksi saat diterapkan secara nasional. Tapi
dalam praktiknya, banyak lem baga pendidikan yang belum mampu menafsirkan CBSA
secara tepat sesuai lingkungannya. Sehingga yang muncul saat pembelajaran
adalah suasana gaduh di ruang kelas saat siswa berdiskusi, di sana-sini ada
tempelan gambar, dan yang menyolok guru tak lagi mengajar model berceramah.
Sehingga keberadaan CBSA mulai digugat
oleh praktisi pendidikan.
Jadi orientasi CBSA adalah agar siswa mampu dan terampil
dalam memahami dan mempraktekkan suatu teori; juga memiliki ketrampilan proses
atau metodologi dalam menemukan masalah. Dengan demikian pengajaran tidak hanya
pada tujuan penguasaan materi (Subject Matter Orinted) melainkan juga memiliki
penguasaan terhadap metodologi. Pada akhirnya, seorang anak didik diharapkan
tidak hanya memperoleh ikan melainkan juga menguasai cara bagaimana mendapatkan
ikan yang banyak. Sehingga apabila suatu ketika ikannya habis, ia akan bisa
mencarinya sendiri.
Melalui pengajaran CBSA
seorang siswa diharapkan berpartisipasi aktif dalam proses pembelajaran,
kreatif, inovatif, serta kritis. Cara pembelajaran seperti ini ditawarkan untuk
menggantikan metode pengajaran sebelumnya yang dianggap cenderung berpusat pada
guru (Teacher sentris) dan kurang berpusat pada murid (Student sentris) atau
lebih dikenal dengan istilah DDCH, yaitu: datang, duduk, catat dan hafalkan.
Metode seperti ini kurang mampu menggali potensi anak didik dalam mengembangkan
kreatifitasnya.
7.
Kurikulum 1994 dan suplemen
kurikulum 1999
Pada kurikulum sebelumnya, yaitu kurikulum 1984, proses pembelajaran menekankan
pada pola pengajaran yang berorientasi pada teori belajar mengajar dengan
kurang memperhatikan muatan (isi) pelajaran. Hal ini terjadi karena
berkesesuaian suasana pendidikan di LPTK (Lembaga Pendidikan Tenaga
Kependidikan) pun lebih mengutamakan teori tentang proses belajar mengajar.
Akibatnya, pada saat itu dibentuklah Tim Basic Science yang salah satu
tugasnya ikut mengembangkan kurikulum di sekolah. Tim ini memandang bahwa
materi (isi) pelajaran harus diberikan cukup banyak kepada siswa, sehingga
siswa selesai mengikuti pelajaran pada periode tertentu akan mendapatkan materi
pelajaran yang cukup banyak. Kurikulum 1994 dibuat sebagai penyempurnaan
kurikulum 1984 dan dilaksanakan sesuai dengan Undang-Undang no. 2 tahun 1989
tentang Sistem Pendidikan Nasional. Hal ini berdampak pada sistem pembagian
waktu pelajaran, yaitu dengan mengubah dari sistem semester ke sistem
caturwulan. Dengan sistem caturwulan yang pembagiannya dalam satu tahun menjadi
tiga tahap diharapkan dapat memberi kesempatan bagi siswa untuk dapat menerima
materi pelajaran cukup banyak.
Terdapat
ciri-ciri yang menonjol dari pemberlakuan kurikulum 1994, di antaranya sebagai
berikut:
a.
Pembagian tahapan pelajaran di sekolah dengan sistem catur
wulan.
b.
Pembelajaran di sekolah lebih menekankan materi pelajaran
yang cukup padat (berorientasi kepada materi pelajaran/isi).
c.
Kurikulum 1994 bersifat populis, yaitu yang memberlakukan
satu sistem kurikulum untuk semua siswa di seluruh Indonesia. Kurikulum ini
bersifat kurikulum inti sehingga daerah yang khusus dapat mengembangkan
pengajaran sendiri disesuaikan dengan lingkungan dan kebutuhan masyarakat
sekitar.
d.
Dalam pelaksanaan kegiatan, guru hendaknya memilih dan
menggunakan strategi yang melibatkan siswa aktif dalam belajar, baik secara
mental, fisik, dan sosial. Dalam mengaktifkan siswa guru dapat memberikan
bentuk soal yang mengarah kepada jawaban konvergen, divergen (terbuka,
dimungkinkan lebih dari satu jawaban) dan penyelidikan.
Selama dilaksanakannya kurikulum 1994 muncul beberapa
permasalahan, terutama sebagai akibat dari kecenderungan kepada pendekatan
penguasaan materi (content oriented), di antaranya sebagai berikut:
a.
Beban belajar siswa terlalu berat karena banyaknya mata
pelajaran dan banyaknya materi/ substansi setiap mata pelajaran.
b.
Materi pelajaran dianggap terlalu sukar karena kurang
relevan dengan tingkat perkembangan berpikir siswa, dan kurang bermakna karena
kurang terkait dengan aplikasi kehidupan sehari-hari.
Kurikulum 1994 ini bergulir lebih pada
upaya memadukan kurikulum-kurikulum sebelumya. kurikulum ini memiliki jiwa yang
ingin mengombinasikan antara kurikulum 1975 dan kurikulum 1984, antara
pendekatan tujuan dan proses pembelajaran. namun, perpaduan tujuan dan proses
pembelajaran tersebut belum menuai hasil. Kritik bertebaran, lantaran beban
belajar siswa dinilai terlalu berat. dari muatan nasional hingga lokal. Materi
muatan lokal disesuaikan dsesuaikan dengan kebutuhan daerah masing-masing,
misalnya bahasa daerah, kesenian, keterampilan daerah, dan lain-lain. Berbagai
kepentingan kelompok-kelompok masyaarakat juga mendesak agar isu-isu tertenatu masuk
dalam kurikulum. Dengan adanya desakan tersebut akhgirnya kurikulum 1994
menjelma menjadi kurikulum super padat.
Kejatuhan rezim Soeharto pada tahun 1998, diikuti dengan kehadiran Suplemen
Kurikulum 1999 membuat perubahan pada kurikulum ini. Tapi perubahannya
lebih pada menambal sejumlah materi.
8.
Kurikulum 2004 (Kurikulum Berbasis
Kompetensi)
Implementasi pendidikan di sekolah mengacu pada seperangkat kurikulum. Salah
satu bentuk inovasi yang dikembangkan pemerintah guna meningkatkan mutu
pendidikan adalah melakukan inovasi di bidang kurikulum. Kurikulum 1994
disempurnakan lagi sebagai respon terhadap perubahan struktural dalam
pemerintahan dari sentralistik menjadi disentralistik sebagai konsekuensi logis
dilaksanakannya UU No. 22 dan 25 tentang otonomi daerah.
Pada era ini kurikulum yang dikembangkan diberi nama Kurikulum Berbasis
Kompetensi (KBK). KBK adalah seperangkat rencana dan pengaturan tentang
kompetensi dan hasil belajar yang harus dicapai siswa, penilaian, kegiatan
belajar mengajar, dan pemberdayaan sumber daya pendidikan dalam pengembangan
kurikulum sekolah (Depdiknas, 2002). Kurikulum ini menitik beratkan pada
pengembangan kemampuan melakukan (kompetensi) tugas-tugas dengan standar
performasi tertentu, sehingga hasilnya dapat dirasakan oleh peserta didik,
berupa penguasaan terhadap serangkat kompetensi tertentu. KBK diarahkan untuk
mengembangkan pengetahuan, pemahaman, kemampuan, nilai, sikap dan minat peserta
didik, agar dapat melakukan sesuatu dalam bentuk kemahiran, ketepatan dan
keberhasilan dengan penuh tanggungjawab.
Adapun
karakteristik KBK menurut Depdiknas (2002) adalah sebagai berikut:
a. Menekankan pada ketercapaian
kompetensi siswa baik secara individual maupu klasikal.
b. Berorientasi pada hasil belajar
(learning outcomes) dan keberagaman.
c. Penyampaian dalam pembelajaran
menggunakan pendekatan dan metode yang bervariasi.
d. Sumber belajar bukan hanya guru,
tetapi juga sumber belajar lainnya yang memenuhi unsur edukatif.
e. Penilaian menekankan pada proses dan
hasil belajar dalam upaya penguasaan atau pencapaian suatu kompetensi.
[[
Untuk itu, agar KBK mampu konsisten dan valid dalam operasionalnya, terdapat beberapa asumsi-asumsi yang mampu tercapainya hal tersebut:
Untuk itu, agar KBK mampu konsisten dan valid dalam operasionalnya, terdapat beberapa asumsi-asumsi yang mampu tercapainya hal tersebut:
a.
Banyak sekolah yang memiliki sedikit guru professional dan
tidak mampu melaksanakan pembelajaran secara optimal.
b.
Banyak sekolah yang hanya mengoleksi sejumlah mata pelajaran
dan pengalaman, sehingga mengajar diartikan sebagai kegiatan menyajikan materi
yang terdapat dalam setiap mata pelajaran.
c.
Peserta didik memiliki potensi yang berbeda dan bervariasi,
dalam hal tertentu memiliki potensi tinggi, tetapi dalam hal lain, mungkin
biasa saja, bahkan rendah.
d.
Pendidikan berfungsi mengkondisikan lingkungan yang membantu
peserta didik mengembangkan berbagai potensi yang dimiliki secara optimal.
e.
Kurikulum sebagai rencana pembelajaran harus berisi
kompetensi-kompetensi potensial yang tersusun secara sistematis, sebagai
jabaran dari seluruh aspek kepribadian peserta didik.
9. Kurikulum 2006 (Kurikulum Tingkat
Satuan Pendidikan)
Kurikulum ini dikatakan sebagai perbaikan dari KBK yang diberi nama Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). KTSP ini merupakan bentuk implementasi dari
UU No. 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional yang dijabarkan ke
dalam sejumlah peraturan antara lain Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005
tentang standar nasional pendidikan.
Peraturan
Pemerintah ini memberikan arahan tentang perlunya disusun dan dilaksanakan
delapan standar nasional pendidikan, yaitu:
a.
Standar isi
b.
Standar proses
c.
Standar kompetensi lulusan
d.
Standar pendidik dan tenaga
kependidikan
e.
Standar sarana dan prasarana
f.
Standar pengelolaan, standar
pembiayaan
Kurikulum dipahami sebagai seperangkat rencana dan
pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan
sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan
tertentu, maka dengan terbitnya Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005,
pemerintah telah menggiring pelaku pendidikan untuk mengimplementasikan
kurikulum dalam bentuk kurikulum tingkat satuan pendidikan, yaitu kurikulum
operasional yang disusun oleh dan dilaksanakan di setiap satuan pendidikan.
Secara substansial, pemberlakuan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)
lebih kepada mengimplementasikan regulasi yang ada, yaitu PP No. 19/2005. Akan
tetapi, esensi isi dan arah pengembangan pembelajaran tetap masih bercirikan
tercapainya paket-paket kompetensi (dan bukan pada tuntas tidaknya sebuah
subject matter), yaitu:
a.
Menekankan pada ketercapaian kompetensi siswa baik secara
individual maupun klasikal.
b.
Berorientasi pada hasil belajar (learning outcomes) dan
keberagaman.
c.
Sumber belajar bukan hanya guru, tetapi juga sumber belajar
lainnya yang memenuhi unsur edukatif.
d.
Penilaian menekankan pada proses dan hasil belajar dalam
upaya penguasaan atau pencapaian suatu kompetensi.
Menurut Majid (2004),
bahwa orientasi kurikulum tersebut tersebut dapat dilihat dari beberapa aspek,
di antaranya yaitu:
a.
Aspek tujuan;
lebih menitikberatkan pada pencapaian target kompetensi, berupa pengetahuan
dengan memperhatikan keragaman potensi ruhani agar dapat memaksimalkan
kompetensi religiusnya.
b.
Aspek isi;
menekankan pada hal-hal yang bersifat tematik dan menggali sumber-sumber
belajar yang bersifat kenyataan di lingkungan siswa. Materi disusun secara
sistematis, mudah dipahami, dan terhindar dari pengulangan materi atau tumpang
tindih.
c.
Aspek metode;
mentransmisikan nilai-nilai ke dalam
bentuk kompetensi secara utuh. Kurikulum bertujuan membekali peserta didik
memiliki kesadaran baik secara normatif maupun historis empiris.
d.
Aspek guru;
tenaga pendidik lebih berperan sebagai fasilitator (guru tidak dominan) dan
memanfaatkan banyak sumber belajar serta mengadakan kerjasama yang terpadu
dengan lingkungan sekitarnya.
e.
Aspek siswa;
peserta didik lebih ditempatkan sebagai subjek, berperan aktif menggali potensi
ruhaninya sendiri untuk lebih menyadari fungsi dan kedudukannya.
f.
Aspek penilaian;
kegiatan pembelajaran dinilai secara komprehensif, tidak hanya pada satu aspek
saja dari suatu materi tetapi juga dengan materi-materi yang berhubungan dengan
kegiatan religiusnya. Hasil penilaian berorientasi untuk melihat perkembangan
potensi siswa untuk mengembangkan kecakapan hidupnya sebagai seorang muslim
yang ideal.
Kurikulum 2006 merupakan kurikulum yang memiliki muatan untuk menciptakan
suatu lingkungan pendidikan yang relevan dengan kondisi suatu masyarakat
tertentu. Selain itu, juga menjunjung tinggi nilai-nilai kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi. Kurikulum ini lahir sebagai jawaban terhadap
berbagai kritikan masyarakat terhadap kurikulum sebelumnya, yang kurang sesuai
dengan kebutuhan dunia kerja.
Kurikulum berbasis kompetensi (KBK) yang kemudian disempurnakan menjadi
kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) merupakan salah satu upaya
pemerintah untuk mencapai keunggulan masyarakat bangsa dalam penguasaan ilmu
dan teknologi seperti yang digariskan dalam haluan negara. Selanjutnya, KTSP
pun diharapkan dapat menyelesaikan berbagai permasalahan yang sedang dihadapi
oleh dunia pendidikan dewasa ini, terutama dalam memasuki era globalisasi yang
penuh dengan berbagai macam tantangan.
KTSP adalah kurikulum yang berorientasi pada pengembangan
individu. Hal ini dapat dilihat dari prinsip-prinsip pembelajaran dalam KTSP yang menekankan pada
aktivitas siswa untuk mencari dan menemukan sendiri materi pelajaran melalui
berbagai pendekatan dan strategi pembelajaran yang disarankan misalnya, melalui
CTL, inkuiri, pembelajaran porto folio dan lain sebagainya. Demikian secra
tegas dalam struktur kurikulum terdapat komponen pengembangan diri. [7]
B. ORIENTASI PENGEMBANGAN KURIKULUM DI INDONESIA
Dalam
usaha mengefektifkan implementasi kurikulum pendidikan harus memperhatikan
prinsip dasar salah satunya yaitu, prinsip orientasi pada tujuan. Artinya agar
seluruh kurikulum terarah, perlu diarahkan pada tujuan pendidikan yang tersusun
sebelumnya. Selain itu, perlu adanya persiapan khusus bagi penyelenggara
pendidikan untuk menetapkan tujuan-tujuan yang harus dicapai oleh peserta didik
seiring dengan tugas manusia sebagai hamba dan khalifah Allah (Muhaimin, 1993:
193-194).
Perubahan kurikulum dari masa ke masa ditandai dengan ciri-ciri sebagai
berikut:
(a) lebih menitik
beratkan pencapaian target kompetensi (attainment targets) daripada
penguasaan.
(b) lebih
mengakomodasikan keragaman kebutuhan dan sumber daya pendidikan yang tersedia.
(c) memberikan
kebebasan yang lebih luas kepada pelaksanaan pendidikan di lapangan untuk
mengembangkan dan melaksanakan program pembelajaran sesuai dengan kebutuhan.
(Prinsip Dan Orientasi Kurikulum PAI Oleh Mujtahid)
Pada dasarnya, orientasi
kurikulum pendidikan pada umumnya dapat dirangkum menjadi lima, yaitu orientasi
pada pelestarian nilai-nilai, prientasi pada kebutuhan sosial (social demand),
orientasi pada tenaga kerja, orientasi pada peserta didik, dan orientasi pada
masa depan dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. (Orientasi
Kurikulum Pendidikan Islam)
Masyarakat yang maju
adalah masyarakat yang ditandai oleh munculnya berbagai peradaban dan
kebudayaan, sehingga masyarakat tersebut mengalami perubahan dan perkembangan
yang pesat walaupun perkembangan itu tidak mencapai pada titik kulminasi. Hal
ini karena kehidupan adalah berkembang,
tanpa perkembangan berarti tidak ada kehidupan. Orientasi kurikulum adalah
bagaimana memberikan kontribusi positif dalam perkembangan sosial dan
kebutuhannya, sehingga output di lembaga pendidikan mampu menjawab dan
mengejawantahkan masalahmasalah yang dihadapi mayarakat.
Orientasi kurikulum
model ini pernah dikembangkan oleh Olson, yang dikutip oleh Suntari Imam
Barnadib, dengan menawarkan sekolah masyarakat (community centered school) yang
mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
1)
memusatkan
tujuan pendidikan pada perhatian dan kebutuhan masyarakat;
2)
menggunakan
buku-buku dan sumber-sumber dari masyarakat sebanyak-banyaknya;
3)
mempraktikkan
dan menghargai paham demokrasi;
4)
menyusun
kurkiulum berdasarkan kehidupan manusia;
5)
memupuk jiwa
pemimpin dalam lapangan kehidupan masyarakat; dan
6)
mendorong
peserta didik untuk aktif bekerja sama dan saling mengerti antar sesama.
Orientasi Pengembangan kurikulum menurut Seller menyangkut
enam aspek, yaitu :
1. Tujuan pendidikan menyangkut arah
kegiatan pendidikan. Artinya , hendak dibawa ke mana siswa yang kita didik itu.
2. Pandangan tentang anak. Apakah anan
dianggap sebagai organisme yang aktif atau pasif.
3. Pandangan tentang proses pembelajaran.
Apakah proses pembelajaran itu dianggap sebagai proses transformasi ilmu
pengetahuan atau mengubah prilaku.
4. Pandangan tentang lingkungan. Apakah
lingkungan belajar harus dikelola secara formal, atau secara bebas yang dapat
memungkinkan anak bebas belajar.
5. Konsepsi tentang peran guru . Apakah
guru harus berperan sebagai instruktur yang bersifat otoriter, atau guru
dianggap sebagai fasilitator yang siap memberi bimbingan dan bantuan pada anak
untuk belajar.
6. Evaluasi belajar. Apakah mengukur
keberhasilan ditentukan dengan tes atau nontes.
Orientasi pengembangan kurikulum diartikan sebagai sebuah arah atau pendekatan yang memiliki penekanan tertentu pada suatu hal dalam mengembangkan kurikulum baik bagi para pengembang kurikulum maupun para pelaksana di sekolah.
Orientasi pengembangan kurikulum diartikan sebagai sebuah arah atau pendekatan yang memiliki penekanan tertentu pada suatu hal dalam mengembangkan kurikulum baik bagi para pengembang kurikulum maupun para pelaksana di sekolah.
Ada
3 orientasi:
1. Orientasi Pada Bahan Pelajaran
Orientasi pada bahan pelajaran yakni masalah bahan pelajaran
sangat di tekankan dan dijadikan pangkal kerja. Secara umum dapat dikatakan
bahwa pendekatan ini mengajarkan materi pelajaran dahulu dan setelah itu
menjabarkannya ke dalam pokok-pokok dan sub-sub pokok bahasan yang nantinya
akan diajarkan kepada siswa.
Pertimbangan-pertimbangan
dalam menentukan bahan-bahan pelajaran didasarkan pada:
a. Penting atau tidaknya bahan
pelajaran tersebut untuk diajarkan di sekolah tertentu.
b. Manfaat dari bahan tersebut.
c. Kerelevansianya dengan kebutuhan
anak setelah nantinya terjun ke masyarakat.
Pengembangan kurikulum yang berorientasi pada bahan
pelajaran yang dipentingkan adalah apa materi atau bahan yang disajikan, bukan
pada apa tujuannya, sebab tujuan dapat ditentukan setelah jelas bahan
pelajaranya.
Dalam referensi lain pun diterangkan bahwasanya perencanaan
dan pengembangan kurikulum berdasar materi atau bahan ajar inilah yang
mula-mula dilaksanakan. Inti dari proses belajar mengajar ditentukan oleh
pemilihan materi. Pembahasan mengenai pembaharuan kurikulum terutama hanya
membahas bagaimana sumber bahan dapat berkembang.
Kelebihannya:
Adanya kebebasan dan keluwesan dalam memilih dan menentukan bahan atau materi pelajaran yang akan diajarkan sebab tidak ada tujuan-tujuan yang membuatnya terikat.
Kelemahannya:
Bahan pelajaran yang disusun kurang jelas arah dan tujuannya. Kurang adanya pegangan yang pasti untuk menentukan cara atau metode yang cocok untuk dipakai menyajikan materi tersebut. Kurang jelas segi apa yang harus dinilai pada murid setelah berakhirnya kegiatan dan bagaimana cara menilainya.
2.
Orientasi
Pada Tujuan
Pendekatan yang berorientasi pada tujuan ini, menempati
rumusan atau penetapan tujuan yang hendak dicapai dalam posisi sentral, sebab
tujuan adalah pemberi arah dalam pelaksanaan proses belajar mengajar. Seperti
tertera pada Hirarki Tujuan Pendidikan Indonesia terdiri atas :
a.
Tujuan Nasional-Tujuan Pendidikan Nasional.
b.
Tujuan Institusional-Tujuan Kurikuler.
c.
Tujuan Instruksional, yang terbagi lagi menjadi Tujuan
Instruksional umum, dan Tujuan Instruksional Khusus.
Masing-masing tujuan yang ada di bawahnya terkait secara
langsung dengan tujuan yang ada di atasnya. Penyusunan kurikulum dengan
orientasi berdasarkan tujuan, artinya bahwa tujuan pendidikan dicantumkan
terlebih dahulu. Tujuan pendidikan di Indonesia tertera pada GBHN. Atas dasar
tujuan-tujuan yang telah ada, selanjutnya ditetapkan pokok-pokok bahan
pelajaran dan kegiatan belajar mengajar, yang kesemuanya itu diarahkan untuk
mencapai tujuan-tujuan yang diinginkan. Pengembangan kurikulum yang menganut
pendekatan berorientasi pada tujuan ini mendasarkan diri pada tujuan-tujuan
pendidikan yang telah dirumuskan secara jelas dari tujuan nasional sampai
tujuan instruksional. Dalam hal ini kegiatan pertama adalah merumuskan
tujuan-tujuan pendidikan yang akan dilaksanakan dan dicapai melalui kegiatan
belajar mengajar mengajar. Tujuan-tujuan pendidikan yang dirumuskan biasanya
bersifat menyeluruh, mencakup aspek-aspek, mulai aspek pengetahuan,
nilai-nilai, keterampilan maupun sikap. Dalam pengembangan semacam ini yang
menjadi persoalan adalah menentukan tujuan-tujuan atau harapan apa yang
diinginkan dari tercapainya hasil pembelajaran tersebut. Pengembangan kurikulum
yang semacam ini di Indonesia adalah kurikulum 1975. Berdasarkan tujuan yang
dirumuskan tersebut maka disusun atau diterapkanlah bahan pelajaran yang
meliputi pokok-pokok dan sub-sub pokok bahasan sehingga lebih terarah.
Kelebihannya:
a.
Tujuan yang ingin dicapai sudah jelas dan tegas, sehingga
bahan, metode, jenis-jenis kegiatan juga jelas dalam menetapkannya. Karena
telah ada tujuan-tujuan yang jelas maka memudahkan penilaian- penilaian untuk
mengukur hasil kegiatan.
b.
Hasil penilaian yang terarah akan mampu membantu para
pengembang kurikulum mengadakan perbaikan-perbaikan / perubahan-perubahan
penyesuaian yang diperlukan.
Kekurangannya:
- Sulit
- Merumuskan, apalagi jika merumuskan secara operasional setiap kali melaksanakan kegiatan belajar mengajar.
3. Orientasi Pada Keterampilan Proses
Dalam pendekatan ini yang lebih di tekankan adalah masalah
kegiatan proses belajar mengajar apa yang harus dilakukan siswa dan bagaimana
cara melakukan proses harus di pikirkan dan dikembangkan. Keterampilan proses
adalah pendekatan belajat mengajar yang memberi tekanan kepada proses
pembentukkan keterampilan memperoleh pengetahuan dan mengkomunikasikan
perolehannya. Pendekatan keterampilan proses diupayakan dilakukan secara
efektif dan efesien dalam mencapai tujuan pelajaran. Titik berat yakni
memikirkan, merencanakan, dan melaksanakan bagaimana, cara dan langkah-langkah
agar siswa menguasai keterampilan serta memahami ilmu pengetahuan. Pengembangan
kurikulum di Indonesia yang menganut orientasi tersebut adalah kurikulum 1984.
Pendekatan ini menurut keaktifan keduanya, baik guru maupun siswa. guru secara
aktif merencanakan, memilih, menentukan, membimbing, menyerahi kegiatan, sedang
siswa harus terlibat baik secara fisik, mental, maupun emosional, serta mereka
harus menemukan sendiri, mengelola, mempergunakan serta mengkomunikasikan
segala hal yang di temukan dalam proses belajar.
Kelebihan:
a.
Pendekatan lebih mengutamakan siswa
dapat menguasai keterampilan “ bagaimana cara belajar” ( how learn to learn)
daripada hasilnya.
b. Dapat mempergunakan dan
mengembangkan sendiri keterampilan yang telah didapat. Jadi dengan pendekatan
ini diharapkan siswa akan berlatih mencari, menemukan, dan mengembangkan
sendiri masalah-masalah pengetahuan, dalam hal ini guru harus menciptakan
suasana yang baik dan diperlukan kemampuan untuk bertanya, membuat siswa aktif
menjawab pertanyaan siswa serta mengorganisasi kelas.
Kekurangan:
Sulitnya
mengorganisasi kelas, sebab dalam hal ini guru dituntut aktif secara dapat
membuat siswa ikut aktif.
D.
PENUTUP
Dari
pembahasan diatas dapat diambil kesimpulan :
- Bahwa sejarah perjalanan kurikulum di Indonesia adalah sebagai berikut :
a.
Rencana Pembelajaran Tahun 1947
b.
Rencana Pembelajaran Terurai Tahun
1952
c.
Rencana Pendidikan Tahun 1964
d.
Kurikulum 1968
e.
Kurikulum 1975
f.
Kurikulum 1984
g.
Kurikulum 1994 dan suplemen
kurikulum 1999
h.
Kurikulum 2004 (Kurikulum Berbasis
Kompetensi)
i.
Kurikulum 2006 (Kurikulum Tingkat
Satuan Pendidikan)
- Bahwa Orientasi Kurikulum Pendidikan yang pernah dipakai di Indonesia adalah :
a. Orientasi Pada Bahan Pelajaran
Orientasi pada bahan pelajaran yakni masalah bahan pelajaran
sangat di tekankan dan dijadikan pangkal kerja. Serta dapat dikatakan bahwa
pendekatan ini mengajarkan materi pelajaran dahulu dan setelah itu
menjabarkannya ke dalam pokok-pokok dan sub-sub pokok bahasan yang nantinya
akan diajarkan kepada siswa.
b. Orientasi Pada Tujuan
Penyusunan kurikulum dengan orientasi berdasarkan tujuan,
artinya bahwa tujuan pendidikan dicantumkan terlebih dahulu. Tujuan pendidikan
di Indonesia tertera pada GBHN. Atas dasar tujuan-tujuan yang telah ada,
selanjutnya ditetapkan pokok-pokok bahan pelajaran dan kegiatan belajar
mengajar, yang kesemuanya itu diarahkan untuk mencapai tujuan-tujuan yang
diinginkan. Pengembangan kurikulum yang menganut pendekatan berorientasi pada
tujuan ini mendasarkan diri pada tujuan-tujuan pendidikan yang telah dirumuskan
secara jelas dari tujuan nasional sampai tujuan instruksional.
c.
Orientasi
Pada Keterampilan Proses
Dalam pendekatan ini yang lebih di tekankan adalah masalah
kegiatan proses belajar mengajar apa yang harus dilakukan siswa dan bagaimana
cara melakukan proses harus di pikirkan dan dikembangkan. Keterampilan proses
adalah pendekatan belajat mengajar yang memberi tekanan kepada proses
pembentukkan keterampilan memperoleh pengetahuan dan mengkomunikasikan
perolehannya. Pendekatan keterampilan proses diupayakan dilakukan secara
efektif dan efesien dalam mencapai tujuan pelajaran. Titik berat yakni
memikirkan, merencanakan, dan melaksanakan bagaimana, cara dan langkah-langkah
agar siswa menguasai keterampilan serta memahami ilmu pengetahuan.
DAFTAR PUSTAKA
Hamalik, Oemar. Dasar-dasar Pengembangan Kurikulum. Bandung:
PT. Remaja Rosda karya. 2008.
Dakir, H. Perencanaan dan Pengembangan Kurikulum, Jakarta:
PT. Rineka Cipta, 2004.
Nurgiyantoro, Burhan. Dasar-dasar Pengembangan Kurikulum
Sekolah. Yogyakarta: BPFE. 1988.
Soetopo, Henyat, Soemanto, Wasty, Pembinaan Pengembanga
Kurikulum, Jakarta: Bumi Aksara, 1993.
Subandijah, Pengembangan dan Inovasi Kurikulum, Jakarta: PT.
Raja Grafindo Persada, 1996.
Mudyahardjo, Redja. 2002. Pengantar Pendidikan (Sebuah Studi
Awal Tentang Dasar-Dasar Pendidikan Pada Umumnya Dan Pendidikan Di Indonesia).
Cet II. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Nasution, Harun. 1999. Kurikulum & Pengajara. Cet III.
Bandung: Bumi Aksara.
_____________. 2003. Asas-Asas Kurikulum. Cet V. Bandung:
Bumi Aksara.
Sudjana, Nana. 2002. Pembinaan & Pengembangan Kurikulum
Disekolah. Cet IV. Bandung: Sinar Baru Algesindo.
Sanjaya, wina. 2009. Kurikulum dan pembelajaran :teori
dan praktik pengembangan kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP). Jakarta
: kencana
Tidak ada komentar:
Posting Komentar